Mujizat, Pujian, dan Iman

Firaun tidak mau melepas kepergian orang israel dari Tanah Mesir dengan sukarela. Oleh karena itu, Allah melakukan perbuatan-perbuatan besar (mujizat) berupa sepuluh tulah yang akhirnya memaksa Firaun untuk melepaskan bangsa Israel. Setelah bangsa Israel meninggalkan Tanah Mesir, Firaun berubah pikiran dan memimpin bala tentara Mesir untuk mengejar bangsa Israel, sehingga sekali lagi Allah membuat mujizat yang mengakibatkan tenggelamnya Firaun dan pasukannya di Laut Merah. Mujizat yang luar biasa itu menimbulkan respons pujian yang luar biasa yang dinyanyikan oleh Musa dan bangsa Israel (15:1-19). Pujian ini kemudian disusul oleh pujian kaum perempuan yang dipimpin oleh Miryam, kakak Musa (15:20-21). Yang mengherankan, kisah ini disusul dengan respons yang bertolak belakang, yaitu bersungut-sungut (ekspresi ketidakpercayaan) saat mereka menghadapi masalah, yaitu air yang tidak bisa diminum karena rasanya pahit (15:22-26).

Kisah di atas mengingatkan kita bahwa mengalami mujizat Allah tidak menjamin bahwa kita pasti akan memiliki iman yang teguh. Iman yang sejati hanya bisa berasal dari keyakinan akan kebenaran firman Tuhan (bandingkan dengan Roma 10:17). Iman yang hanya didasarkan pada melihat mujizat hanyalah iman yang rapuh. Respons terhadap mujizat Allah dalam wujud pujian-walaupun penting-harus disertai dengan respons berupa iman terhadap Pribadi Allah yang membuat mujizat tersebut. Bila bangsa Israel beriman kepada kuasa Allah, mereka tidak akan bingung saat menghadapi air yang rasanya pahit itu! Saat Anda menghadapi masalah dalam kehidupan sehari-hari, apakah Anda beriman bahwa Allah sanggup menolong dan Allah pasti memberikan yang terbaik bagi diri Anda? [P]